Wednesday 2 April 2014

SAYA DAN DIA

Saya mengenalnya tahun 2012, saat Allah melangkahkan kaki saya ke sebuah kota di Propinsi Jawa Barat. Saya tidak begitu ingat tanggal berapa tepatnya, namun yang pasti pada bulan ini, ya bulan April. Bulan pertama saya menjadi anak rantau di kota Depok. Dan hari itu saya mengunjungi Gramedia Depok, disanalah saya berjumpa dengannya.

Awalnya biasa saja, maksud saya ketika saya melihatnya tidak ada yang istimewa darinya. Karenanya saya tidak begitu perduli, saya alihkan pandangan ke arah lain, berkeliling mencari sesuatu yang menarik menurut saya untuk dibaca. Namun tanpa saya sadari, setelah berkeliling, saya kembali ke tempat semula, tepat di depan dia. Saya menghela nafas panjang dan sedikit mendekat, sehingga saya bisa membaca dengan jelas sebuah tulisan disana, sebuah kalimat yang menyentuh jiwa saya untuk semakin mendekat, dan akhirnya saya menyapanya.  

Mungkin ini yang namanya jodoh, sudah jauh malah mendekat lagi. Perkenalan dengannya hari itu memberi sebuah warna baru dalam hidup saya. Membuat ingatan saya melayang ke masa kecil, saya seperti mononton perjalanan hidup saya episode demi episode, layaknya melihat layar kaca dengan rangkaian peristiwa yang datang silih berganti hingga akhirnya Allah membawa saya ke sebuah kota yang tak pernah saya rencanakan untuk saya kunjungi.

Saya memang sudah lama ingin mengunjungi Jawa Barat, namun bukan kota Depok melainkan kota Bandung, karena nama kota itu yang sering kali saya dengar. Orang-orang sering kali menyebut Bandung sebagai Banda Aceh ujung, jadinya yang ada dipikiran saya Bandung itu kembaran-nya Banda Aceh ...hehehe...makanya ingin mengunjungi kota kembang itu. Eh ga tahu-nya takdir membawa langkah kaki saya ke Depok.

Hari demi hari lebih banyak saya habiskan dengan dia sejak perjumpaan itu, sehingga dari interaksi yang intent tersebut terciptalah sebuah proposal hidup. Proposal inilah yang menjadi acuan langkah saya selama tinggal dirantau. Proposal ini pula yang menjadi rujukan kemana kaki akan saya langkahkan selanjutnya. Proposal inilah yang memudahkan diri saya menjelaskan ke orang tua apa sebenarnya yang saya mau. Proposal yang berisikan mimpi-mimpi saya, dan proposal itu juga yang secara tidak langsung membawa langkah kaki saya ke Bandung, Kediri, Bali dan Surabaya. Sebuah perjalanan panjang yang tak terbayangkan sebelumnya. Semua karena dia dengan izin sang Pencipta Semesta tentunya. Inilah proposal itu: 



Oh ya, perkenalkan, dia yang telah membuat saya mereview hidup saya sehingga tercipta sebuah proposal kehidupan adalah sebuah buku berjudul, “Tuhan, inilah proposal hidupku”, karya Jamil Azzaini. Seminggu setelah membaca dan mencoret-coret buku itu saya membuat sebuah proposal hidup seperti gambar diatas. 

Penampilan buku "Tuhan, inilah proposal hidupku" biasa saja, warnanya hitam putih, terlihat tipis, dan hanya 99 halaman. Namun yang membuat saya tersentak adalah ketika membuka lembaran buku tersebut dan membaca sebuah pernyataan yang cukup menusuk, “jika untuk sebuah acara yang berlangsung selama 4 jam saja kita membuat sebuah proposal, untuk menyelesaikan study yang hanya 4 or 5 tahun kita membutuhkan sebuah proposal, untuk menjalin kerjasama dengan kolega yang mungkin hanya 7 or 10 tahun kita membuat sebuah proposal, mengapa untuk hidup kita yang berjalan puluhan tahun kita tidak membuat sebuah proposal? Mengapa kita membiarkan hidup kita mengalir tanpa arah, tanpa tujuan, dan tanpa cita-cita?”

Pernyataan itu membuat saya teringat Traning Operacy (Operasi Mindset) sebuah training yang saya dapatkan saat saya bekerja di USAID untuk CBR (Community Based Recovery) setelah tsunami. Sebuah training yang telah membangunkan saya dari tidur panjang, yang telah membuka mata saya untuk melawan segala keterbatasan, karena mimpi milik setiap orang, apapun latar belakangnya. Waktu itu Mr. Chostopler Lee menunjukkan sebuah slide penelitian dari Elliott Jaques tentang ketrampilan melihat kedepan.


Dari gambar tersebut terlihat dengan jelas bahwa Prajurit Infantri hanya mampu melihat 3 bulan ke depan, seorang Komandan Unit mampu melihat 1 tahun ke depan, seorang Komandan Kompi hanya mampu melihat 2 tahun ke depan, seorang Komandan Batalyon mampu melihat 5 tahun ke depan, seorang Jenderal Bintang 2 mampu melihat 10 tahun ke depan, seoramg Jenderal Bintang 3 bisa melihat 20 tahun ke depan, dan seorang Jenderal Bintang 4 mampu melihat 50 tahun ke depan. Lalu pak Chris bertanya, "kira-kira kita termasuk category yang mana?" Jika kita bisa melihat 3 bulan kedepan berarti pangkat kita Prajurit Infantri. Kalau kita mampu melihat 1 tahun ke depan berarti posisi kita Komandan Unit. "Apa sebenarnya yang membedakan kemampuan cara pandang para militer tersebut?" Tanya pak Chris kemudian. Kami semua diam. “kuncinya adalah menulis”, kata pak Chris.  

Semua kita punya impian, semua kita punya ide dan rencana, namun sering kali semua itu hanya ada di kepala saja, dan kepala kita menyerap begitu banyak informasi setiap harinya, kecil sekali kemungkinan kita bisa mengingat semuanya, dengan menulis kita bisa mereview kembali apa mimpi kita, apa tujuan kita dan apa cita-cita kita. Maka sejak saat itu kami semua diminta untuk menulis impian kami masing-masing untuk 5 tahun kedepan, impian tersebut hanya menghabiskan satu halaman quarto, lalu pak Chris meminta kami mengirimnya ke beliau via email. Ajaib memang, beberapa impian yang saya buat waktu itu terwujud. Padahal tulisan itu hanya satu halaman, hanyalah bertuliskan impian saja tanpa langkah konkret dan komplit seperti penjelasan dalam buku Jamil Azzaini.

Kita ini manusia dengan sejuta alpa, perlu sering-sering dingatkan agar tetap dijalur yang benar. Kita ini manusia yang cepat bosannya, perlu metode kreatif untuk tetap berada dalam haluan. Buku itu laksana mutiara yang Allah kirimkan ke saya untuk kembali focus mewujudkan impian-impian saya, sehingga impian tersebut bukan hanya sekedar mimpi atau goresan indah di dinding kamar. 

Bulan lalu saya buka lagi proposal itu, saya melakukan evaluasi, Alhamdulillah ada mimpi-mimpi yang telah tercapai, salah satu diantaranya adalah My English blog Namun juga ada yang masih tertunda. Hal ini dikarenakan saya tidak menerapkan sepenuhnya saran yang ada di buku tersebut, bukan karena saya tidak mau, namun karena belum menemukan orang-orang yang tepat dan istimewa.

Awalnya saya cetak 3 proposal, sebab penulis menganjurkan agar ilmu tersebut dibagi, terus diberikan ke orang-orang penting dan special. Proposal pertama saya berikan kepada orang tua saya, saya khusus pulang untuk memberikannya. Proposal kedua diminta oleh ibu angkat saya untuk anaknya yang kuliah di kedokteran UI ketika beliau berkunjung ke tempat kost saya (saya bilang ibu angkat karena sebelum saya menemukan kost, saya menginap dua malam di tempat beliau). Dan proposal hidup yang ke-tiga saya simpan sendiri. Setiap teman-teman saya datang ke kamar, saya sharing soal proposal tersebut, dengan harapan mereka tergerak hatinya untuk membuat proposal juga, dan kemudian membentuk sebuah Team Impian, namun tidak satu pun dari mereka yang membuat proposal hidup itu, dengan alasan terlalu sibuk kerja, banyak tugas kuliah dan sebagainya, sehingga inilah yang menjadi salah satu faktor kenapa impian-impian tersebut masih ada yang tertunda. 

Minggu lalu saya bertemu dengan seorang teman lama, lantas kami saling berbagi cerita karena sudah sekian tahun tidak pernah bersua. Di akhir pertemuan saya singgung soal buku tersebut, dan bertanya apakah dia mau membuat proposal hidup, sebab saya sedang mereview proposal hidup saya, jadi bisa diskusi bersama. Alhamdulillah dia sangat antusias, saya sudah menemukan satu teman untuk team impian, semoga ke depan bertemu dengan teman-teman lainnya yang juga mau menjadi team impian. 

Sebagai makhluk sosial kita pasti membutuhkan orang lain, untuk saling support dan saling menasehati dalam kebaikan. Saat semangat kita sedang tinggi-tingginya mungkin kita tidak begitu perlu dukungan dari orang lain, namun dalam hidup ada masanya dimana kita down, disaat itulah sebuah Team Impian memiliki peran yang sangat penting untuk membuat kita kembali fokus. Dia, buku "Tuhan, inilah proposal hidupku", memberi pengaruh yang cukup besar dalam hidup saya. Semoga hidup anda juga. ini bukunya.


Judul : Tuhan, Inilah Proposal Hidupku
Penulis : Jamil Azzaini
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : Cetakan ketujuh, February 2012
Kota : Jakarta.
ISBN : 978-979-22-4438-0
Harga : Rp. 45.000,-




No comments:

Post a Comment

Thank you for visiting guys :) please come back anytime you can...